Kekuatan alutsista TNI Angkatan Darat semakin komplit dengan adanya peluru kendali penghancur tank dan kendaraan tempur lapis baja yang disebut Anti Tank Guided Missile (ATGM). Salah satu jenis ATGM yang sedang dipesan TNI AD adalah Next Generation Light Antitank Weapon (NLAW) buatan perusahaan Swedia bekerja sama dengan Inggris, SAAB Bofors Dynamics.
Dengan bobot 12,5 kg, ATGM ini dipilih karena praktis dan ringan, cocok untuk postur prajurit Asia khususnya Indonesia. ATGM NLAW cukup dioperasikan seorang prajurit untuk menghancurkan berbagai jenis tank tempur utama modern, dengan sekali tembak.
Kemampuan yang dimiliki ATGM NLAW ini cukup hebat seperti mampu memprediksi garis pandang, menyeleksi mode serangan, serangan atas atau serangan langsung. Namun alat ini memiliki kelemahan. Yakni jarak tembaknya pendek, antara 20 hingga 600 meter. Tapi hal ini tak dianggap masalah jika dikaitkan dengan kondisi geografis Indonesia yang relatif banyak menyediakan tempat perlindungan seperti bukit, gunung maupun hutan dan rawa.
Ukuran ATGM bervariasi. Mulai dari senjata yang ditembakkan dari bahu yang bisa dibawa satu prajurit, senjata yang lebih besar yang harus ditembakkan menggunakan tripod, sampai yang terpasang dan ditembakkan dari kendaraan dan pesawat udara.
Dengan diperkenalkannya ATGM lebih kecil, yang mampu membawa hulu ledak besar pada medan perang modern, membuat infanteri memiliki kemampuan menghancurkan tank tempur utama yang kuat dari jarak sangat jauh, dan biasanya pada tembakan pertama.
Sebelum ada ATGM, senjata-senjata infanteri TNI AD seperti senapan anti-tank, roket anti-tank, dan ranjau darat magnetik, memiliki daya tembus baja yang lemah sehingga mengharuskan seorang prajurit berada di dekat target.